Sabtu, 17 Maret 2018

Contoh Poster

   
            Latar Belakang
Didalam kehidupan sehari-hari listrik merupakan suatu pokok penunjang kehidupan manusia saat ini, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa manusia hidup terutama manusia yang tinggal di kota sangat membutuhkan energi listrik. Dengan begitu, listrik mempunyai banyak manfaat untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai penerangan, sumber energi, sarana hiburan, penghasil panas, maupun penghasil gerak. Energi listrik adalah energi yang berasal dari muatan listrik, sehingga bisa membuat medan listrik statis dan menghasilkan gerakan-gerakan elektron di dalam konduktor atau ion di dalam zat cair atau gas. Arus listrik ada dua macam yaitu arus listrik DC dan juga arus listrik AC.
Salah satu bagian paling penting pada system tenaga listrik adalah transformator. transformator itu sendiri merupakan suatu peralatan listrik yang berfungsi untuk mengkonversikan daya tanpa mengubah frekwensi listrik. Transformator terdiri dari tiga komponen pokok yaitu, kumparan pertama (primer) yang bertindak sebagai input, kumparan ke dua (sekunder) yang bertindak sebagai output, dan inti besi yang berfungsi untuk memperkuat medan magnet yang akan dihasilkan. Transformator menggunakan prinsip hukum induksi faraday dan system Lorentz dalam menyalurkan daya,dimana arus yang mengalir mengelilingi suatu inti busi maka inti busi itu akan menjadi magnet.
Berdasarkan fungsinya transformator dapat di bedakan menjadi tiga yaitu, trafo pembangkit, trafo gardu induk/penyaluran dan trafo distribusi. Pada transformator terdapat salah satu part yang disebut flens. Bagian ini merupakan bagian penting didalam sistem tenaga listrik tersebut. PT. Faco Global Engineering merupakan salah satu pabrik yang memproduksi Flens Air Cover LV. Maka dari itu penulis akan mengambil pembahasan tentang proses pembuatan Flens Air Cover LV.



Dari latar belakang tersebut maka permasalahan yang dapat saya ambil adalah bagaimana proses pembuatan Part Flens Air Cover LV di PT. FACO GLOBAL ENGINEERING, dengan itu saya bisa membuat suatu contoh poster mengenai proses pembuatan Part Flens Air Cover LV di PT. FACO GLOBAL ENGINEERING. berikut adalah contoh posternya


Selasa, 16 Januari 2018

Efek Budaya di Korea terhadap kultur bekerja

Korea : aspek sosial dan budaya
Tradisi Bisnis Korea: KIBUN, INHWA DAN CONFUCIANISM


Belajar dari filosofi orang Korea, kita bisa menemukan banyak hal yang menarik untuk menjalankan bisnis.
Korea adalah salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam kancah kejayaan Asia. Bagaimana tidak? Perekonomian pasar bebas Negara Ginseng ini masuk ke dalam peringkat lima besar di seluruh Asia, dan ke-15 yang terbesar di dunia. Tak heran negara ini diperhitungkan sebagai salah satu “Macan Asia”.
Saat ini Korea Selatan diperhitungkan sebagai negara dengan pendapatan ekonomi yang cukup tinggi oleh Bank Dunia dan IMF. Bila kita melihat Seoul sebagai ibukota Korea Selatan, tempat ini sungguh bisa menjadi jantung Korea Selatan dimana gap antara kaum miskin dan kaum kaya tidaklah terlalu besar.
Negara yang merupakan tuan rumah dari beberapa raksasa perusahaan konglomerat seperti LG, Samsung, dan Hyundai ini, mempunyai sistem pendidikan yang sangat kompetitif serta mampu mencetak tenaga kerja yang bermotivasi tinggi, dan mempunyai keahlian yang memadai. Semua ini tentu tidak lepas dari etos, budaya, serta kultur kerja dari para pekerjanya.
Dengan adanya perbedaan kultur atau budaya, kultur bisnis Korea bisa menjadi tantangan tersendiri bagi para pebisnis asing. Banyak perusahaan Korea yang masih dipengaruhi oleh kultur Confucianist yang kental. Perusahaan-perusahaan Korea umumnya mempunyai sistem hirarki yang tinggi dan tersentralisasi dengan beberapa orang “inti”, termasuk para manajer yang bisa membuat keputusan besar. Semua deskripsi kerja, otoritas dan hubungan kerja antara atasan dengan bawahan didasari oleh senioritas.
Para pebisnis yang tidak siap dan tidak berpengalaman dengan Confucianism akan menemukan halangan dalam berbisnis di Korea. Walaupun banyak sekali orang Korea mengenyam pendidikan di Barat, norma-norma sosial Confucianism masih sangat dominan dan terlihat jelas di Korea. Orang-orang asing tidak dituntut untuk mematuhi dan menaati norma-norma sosial Korea sepenuhnya. Namun, mereka bisa lebih dihargai bila mau mencurahkan sedikit perhatian dan tenaga untuk belajar beberapa patah kata kunci dalam bahasa Korea dan mengikuti beberapa norma sosialnya.
Pebisnis Korea berharap para pebisnis bisa menepati janji dan tepat waktu dalam menghadiri rapat atau pertemuan bisnis. Tradisi profesional pertama yang biasa dilakukan antara kedua belah pihak dalam meeting adalah saling bertukar kartu nama. Sangatlah penting untuk membangun kepercayaan juga membina hubungan agar proses dan hubungan bisnis dapat berjalan lancar. Tidak seperti di Barat, proses ini memerlukan waktu dan kesabaran. Orang-orang Korea lebih suka berbisnis dengan orang-orang yang sudah mereka kenal. Dari sudut pandang orang Barat, orang Korea dianggap agak “sensitif”. Mereka sangat tidak suka kehilangan muka dan ditempatkan pada posisi yang sulit di hadapan orang lain.
Meeting pertama biasanya dilakukan untuk membangun kepercayaan terlebih dahulu. Jadi, mereka tidak langsung menuju pada inti persoalan bisnis yang ada. Kita harus berlaku formal dalam meeting sampai saat orang atau perwakilan dari Korea mulai menunjukkan sikap santai. Kesuksesan proses bisnis tergantung juga dari eratnya hubungan sosial. Saling berbagi makan malam bisa menjadi salah satu cara untuk membangun hubungan yang bisa mendorong timbulnya kepercayaan. Para pebisnis Korea biasanya adalah negosiator yang tangguh. Mereka mengagumi perusahaan yang mempunyai perwakilan yang mampu bernegosiasi dengan gigih, tetapi tidak terlalu agresif. Isu-isu yang sensitif umumnya dibicarakan kemudian, biasanya sambil proses bisnis berjalan, khususnya jika menyangkut hal-hal yang rumit atau urusan finansial.
Disarankan untuk bisa diperkenalkan melalui pihak kedua daripada menghubungi langsung atau menghubungi secara acak perusahaan-perusahaan Korea yang ada. Untuk bisa bertemu dengan orang kunci, hampir selalu tergantung pada bagaimana cara perkenalan yang dilakukan. Seorang penengah atau perantara yang credible bisa sangat membantu dalam mendapatkan kepercayaan dari para pebisnis Korea. Apalagi, bila perantara tersebut adalah orang yang dihormati. Mereka biasanya memerlukan waktu untuk membuat keputusan karena seringkali hal ini diambil atas persetujuan kolektif. Waktu yang diperlukan untuk pengambilan keputusan juga terkadang lebih lama dari yang diperkirakan.
Jika dilihat dari segi bahasa, tingkat pemahaman bahasa Inggris orang-orang Korea—yang bisa berbahasa Inggris—ternyata tidak sebagus yang diperkirakan. Persepsi dan pemahaman mereka seringkali jauh meleset dari yang sebenarnya dimaksud oleh orang-orang Barat. Perbedaan kultur seringkali menimbulkan halangan yang cukup besar dalam hal berkomunikasi. Biasanya orang Barat berusaha untuk mengulang atau membuat beberapa repetisi agar maksud mereka bisa ditangkap dengan lebih baik. Selain itu, mereka juga biasa saling bertukar catatan tertulis setelah meeting supaya bisa lebih memahami maksud dari kedua belah pihak.
Di Korea, dokumen-dokumen legal tidaklah terlalu penting jika dibandingkan dengan relationship antarindividu. Mereka bahkan tidak terlalu suka kontrak yang terlalu detail atau rumit. Mereka lebih menyukai kontrak yang cukup fleksibel agar bisa melakukan penyesuaian dengan perubahan kondisi yang mungkin akan terjadi. Dengan demikian, lebih penting untuk membangun hubungan yang didasari atas saling percaya dan saling memberikan benefit daripada membuat kontrak yang panjang atau detail. Bagi orang Korea, yang penting bukanlah “apa” isi kontrak tersebut, melainkan “siapa” yang menandatanganinya, dan “mengapa” kontrak itu dibuat.
Hiburan juga memegang peranan penting di Korea dalam hubungan bisnis. Mereka suka berlomba minum dan saling memberikan hadiah kecil. Kini Golf juga menjadi olahraga favorit dan menjadi bentuk hiburan yang diminati. Melalui aktivitas ini, hubungan bisnis bisa menjadi lebih personal. Pengetahuan mengenai keluarga, status, hobi, ulang tahun, pengalaman, sampai pada filosofi pribadi bisa didapat dari kegiatan hiburan atau olahraga. Bahkan, suatu persetujuan yang informal dari pihak yang sudah saling percaya bisa lebih besar pengaruhnya daripada dokumen perjanjian tertulis.
Konsep serta nilai dari budaya Korea pada dasarnya terdiri atas Kibun, Inhwa dan Confucianism. Kata Kibun sendiri tidak punya terjemahan dalam arti sesungguhnya dalam bahasa Inggris. Tetapi, sebagai konsep yang meresapi setiap aspek dari kehidupan orang Korea, kata tersebut bisa didefinisikan sebagai kebanggaan, paras, mood atau cara pandang. Dalam usaha untuk memelihara Kibun, terutama dalam konteks bisnis, seseorang harus menghormati orang lain dan menghindari segala tindakan yang bisa menyebabkan seseorang kehilangan muka. Di dalam kultur di mana keharmonisan sosial dianggap penting, kemampuan untuk menginterpretasikan pikiran orang lain (sering disebut juga sebagai Nunchi) adalah penting untuk memperlancar urusan bisnis.
Inhwa adalah suatu gambaran dari kepercayaan Confucian. Istilah Inhwa berarti pendekatan Korea kepada keharmonisan. Sebagai suatu masyarakat yang kolektif, pengambilan keputusan secara mufakat sangatlah penting untuk mempertahankan keharmonisan di Korea. Supaya Inhwa bisa berjalan dengan selaras, orang-orang Korea seringkali berusaha menjawab dengan respons yang positif dan enggan untuk menolak secara langsung. Dalam kultur bisnis Korea, hal ini tercermin dalam rasa setia pada perusahaan, kepatuhan, serta perilaku karyawan.
Sedangkan Confucianism merupakan sebuah filosofi yang mampu mempengaruhi begitu banyak orang Korea. Akar budaya Confucianism begitu kuat menancap pada kultur Korea, sehingga meresap ke banyak orang di sana. Filosofi ini membentuk moral, hukum nasional dan gaya hidup secara umum di Korea, mulai dari dalam keluarga sampai pada kehidupan sosial mereka.
Terlepas dari pengaruh negara-negara tetangga, Korea Selatan masih bisa mempertahankan identitas dan ciri khasnya yang jelas dan homogen. Masih terasa juga pengaruh-pengaruh dari kepercayaan-kepercayaan religiusnya. Satu hal lagi, Korea juga mempunyai pemandangan dan landscape yang menakjubkan. Rakyat Korea memegang kebanggaan tinggi akan warisan atau pusaka yang unik, dan juga bahasanya yang terbentuk dari sejarah panjang dan berliku. Sebagai hasilnya, hal tersebut tercermin juga pada kultur dan budaya bekerja atau berbisnisnya.
Perubahan wajah Korea terus berlanjut. Meskipun negara yang dikenal dengan sejarahnya yang cukup pelik ini terbebas dari Jepang pada akhir Perang Dunia kedua, mereka masih harus menghadapi Perang Dingin. Namun, Korea mencetak kemajuan ekonomi yang cukup pesat dan terus berkembang menjadi salah satu yang terbesar di Asia, selain Jepang dan Cina. Peluang bisnis yang berkembang di Korea pun turut meningkatkan minat dan rasa ingin tahu dunia akan pengetahuan kultur serta budayanya.


Korean Wave atau Hallyu Gelombang Korea adalah sebuah istilah yang merujuk pada popularitas budaya pop Korea di luar negeri. Umumnya Hallyu memicu banyak orang-orang di negara tersebut untuk mempelajari Bahasa Korea dan kebudayaan Korea. Genre Korean waveberkisar dari film, drama televisi, dan musik pop (K-pop). Perkembangan yang sangat pesat dialami oleh industri budaya Korea melalui produk tayangan drama televisi, film, dan musik menjadikannya suatu fenomena yang menarik perhatian masyarakat luas sehingga di implementasikan sebagai budaya internasional yang berusaha di ciptakan oleh  korea selatan untuk pelaksanaan soft diplomacy nyayang mampu membangun citra Korea Selatan dan mendukung peningkatan posisi Korea Selatan di forum internasional secara umum. Korea Selatan telah berkembang menjadi salah satu negara paling makmur di Asia yang ditandai dengan perekonomian Korea Selatan kini terbesar ketiga di Asia dan ke-13 di dunia. Hal penunjang kebangkitan ekonomi Korea Selatan tidak lain karena sektor industri teknologi transportasi dan teknologi komunikasi yang juga didukung oleh sektor kebudayaannyamelalui Korean Wave.
Kegemaran akan budaya pop Korea dimulai di Republik Rakyat Cina dan Asia Tenggara mulai akhir 1990-an. Istilah Hallyu diadopsi oleh media Cina setelah album musik pop Korea, HOT, dirilis di Cina. Serial drama TV Korea mulai diputar di Cina dan menyebar ke negara-negara lain seperti Hongkong, Vietnam, Thailand, Indonesia, Filipina, Jepang, Amerika Serikat, Amerika Latin dan Timur Tengah.Pada saat ini, Hallyu diikuti dengan banyaknya perhatian akan produk Korea Selatan, seperti masakan, barang elektronik, musik dan film. Fenomena ini turut mempromosikan Bahasa Korea dan budaya. Korea ke berbagai negara. Pemerintahan korea sendiri sangat mendukung dan memiliki peran dalam mewabahnya hallyu. Dukungan tersebut diwujudkan dengan menghindarkan diri dari gempuran industri entertaiment dari barat. Hal ini menjadikan orang korea sendirilah yang harus menciptakan produk-produk media massanya sendiri. Selain itu dukungan dari pemerintah juga diwujudkan melalui berbagai event seni seperti festival-festival film dan music bertaraf. Internasional.


Dinamika Korea Selatan: Ekonomi, Sosial, dan Politik

Korea Selatan merupakan salah satu negara republik dengan ekonomi tersukses di Asia. Korea Selatan terletak di bagian selatan Semenanjung Korea yang berbatasan langsung dengan Korea Utara, Laut Jepang, dan Laut Kuning. Bagian timur Korea Selatan merupakan pegunungan, sementara bagian barat dan selatan ada banyak pelabuhan di daratan dan lepas pantai. Korea Selatan memiliki penduduk yang homogeny, kecuali ribuan orang China yang tinggal disana dengan jumlah penduduk 49.039.986 jiwa. Berdasarkan survey tahun 2010, penduduk Korea Selatan menganut agama Kristen 31,6%, Buddha 24,2%, dan lainnya 44,2% (Central Intelligence Agency, t.t.). Korea tradisional mendapatkan pengaruh budaya dari China, termasuk karakter tulisan bahasa Korea dan mengadopsi neo-konfusianisme sebagai filosofi dalam pemerintahan (Asia Society, t.t.).
Selama lebih dari empat dekade terakhir, Korea Selatan muncul sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dengan ekonomi industri dengan teknologi yang tinggi. Pada 1960an, GDP per kapita pada level yang sama dengan negara-negara di Afrika dan Asia. Namun dewasa ini Korea Selatan mampu memajukan ekonominya dan menjadi negara dengan perekonomian tersukses ke-12 di dunia. Kemajuan perekonomian Korea Selatan disebabkan oleh faktor sistem pemerintah dan bisnis, termasuk kredit langsung dan restriksi impor. Pemerintah hanya meningkatkan impor terhadap bahan mentah dan teknologi daripada barang-barang konsumsi, serta menggalakkan tabungan dan investasi daripada konsumsi. Saat terjadi krisis finansial yang parah di Asia pada tahun 1997-1998, Korea Selatan mengadopsi beberapa bentuk reformasi ekonomi, termasuk menjadi lebih terbuka terhadap investasi asing dan impor dari negara lain. Setelah itu Korea Selatan mengalami pertumbuhan ekonomi sekitar 4% per tahun antara tahun 2004 hingga 2007, bahkan pada 2010 Korea Selatan berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 10%. Namun seiring dengan pertubuhan ekonomi, ada permasalahan yang tengah dihadapi Korea Selatan, seperti pertumbuhan penduduk yang cepat, pasar tenaga kerja yang tidak fleksibel, serta ketergantungan terhadap ekspor yang notabene menyumbang sekitar setengah dari total GDP (Central Intelligence Agency, t.t.). Selain faktor kebijakan dan strategi pemerintah, transformasi  yang terjadi di Korea Selatan juga dipengaruhi oleh karakteristik, seperti implementasi model ekonomi berbasis perdagangan bebas, perkembangan struktur ekonomi berbasis jaringan bisnis (chaebols), dan cepatnya penciptaan kapasitas teknologi. Selain itu, adanya pengaruh budaya baik di pemerintah maupun masyarakat yang memiliki peran penting dalam kemajuan Korea Selatan, yakni Konfusianisme.
Selama berabad-abad, Konfusianisme telah menjadi pedoman rakyat Korea Selatan yang penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Konsep Konfusianisme adalah harmoni sosial dan ajaran-ajaran moral diserap dalam kehidupan rakyat Korea Selatan dan memiliki peran yang sangat penting dalam mencetak budaya Korea seperti yang terlihat saat ini. Konfusianisme telah mengakar dalam tingkah laku, kebiasaan, hingga pola pikir rakyat Korea Selatan. Ide-ide fundamental tentang moralitas dan hubungan manusia seringkali diasosiasikan dengan konsep konfusianisme. Di Korea, orang-orang tua sangat dihargai, bahkan perbedaan usia diakui. Meskipun memiliki catatan buruk tentang korupsi dan mismanajemen yang sangat parah dalam pemerintah Korea Selatan selama beberapa dekade, namun Korea Selatan mampu memperbaiki dan bangkit kembali (Asia-Pasific Connection, 2008).
Konfusianisme menjadi faktor penting dalam kemajuan perekonomian di Korea Selatan. Di Korea Selatan tejadi asimilasi ajaran Protestanisme dan nilai kapitalisme dengan budaya Konfusianisme yang tegas dan berorientasi pada tujuan, dimana dalam proses asimilasi Konfusianisme sebagai faktor positif yang mengajarkan hierarki, masyarakat harmonis dan berorientasi komunitas. Masuknya Protestanisme di Korea Selatan pada 1884 telah memodifikasi nilai-nilai Konfusianisme tradisional dengan pendidikan modern, dan visi masyarakat Barat dan nilai-nilai Protestan. Tu Wei-ming (1984, dalam Ramirez 2010) mengatakan bahwa modifikasi ini dilakukan untuk membentuk neo-konfusianisme yang berotientasi pada tujuan, gagasan hierarki yang menempatkan para intelektual dan pegawai publik pada puncak hierarki, kemudian di bawahnya ada petani, artisan, dan terakhir pedagang.
Selain itu, Weber (1989, dalam Ramirez 2010) mengatakan bahwa prinsip-prinsip Protestan mengajarkan individualisme, bekerja untuk mengejar kekayaan, standar moral, dan kewajiban religius untuk tiap-tiap individu. Kontras dengan Protestanisme, prinsip-prinsip Konfusianisme menawarkan panduan moral untuk kebaikan masyarakat, agar bisa mencapai masyarakat yang harmonis secara moral, kedisiplinan, edukasi, ikatan keluarga, dan harmoni sosial yang kuat. Pembauran inilah yang menciptakan neo-konfusianisme yang membawa perkembangan dan kemajuan pesat di Korea Selatan dan membuat Korea Selatan menjadi sangat Konfusian daripada negara-negara Asia Timur lainnya. Misalnya yang terjadi di Jepang, dimana dalam etos kerja dan sistem pekerjaan di Jepang sama sekali tidak terpengaruh oleh nilai Konfusianisme, melainkan sistem pekerjaan lah yang menggambarkan Konfusianisme. Kooperasi, konsensus, dan solidaritas sosial juga menjadikan dinamika organisasi di perusahaan Korea Selatan berbeda dengan Jepang, dimana kolektivisme di Jepang tidak sekuat di Korea Selatan, hal ini pula yang membedakan dengan individualisme dan kompetisi di Barat. Selain itu, menurut Kim (1997, dalam Ramirez 2010), pembelajaran Konfusian di Korea Selatan jauh lebih merata daripada di negara-negara Asia Timur lainnya.
Konfusianisme memiliki enam arts of governance: pembetulan, Chung Yung atau Doctrine of the Mean, memerintah dengan kebajikan, instruksi publik, mengembangkan kekayaan nasional, dan pertumbangan opini publik. Pembetulan menjadi panduan moral bagi masyarakat yang berisi norma-norma yang menentukan benar dan salah, atau yang disebut dengan standar. Standar inilah yang digunakan untuk mencapai tujuan kolektif sebagai cara untuk kontrol sosial (Hsu 1975, dalam Ramirez 2010). Berdasarkan ajaran Konfusianisme, faktor yang paling penting dalam konsolidasi negara adalah kesatuan politik untuk memproteksi negara dari ancaman eksternal dan untuk memerintah melalui cara yang efisien dan efektif. Konfusianisme menganggap negara terkonsolidasi ketika negara mencapai sentralisasi otoritas politik yang dipahami sebagai “kekuatan negara” (Hsu 1975, dalam Ramirez 2010). Sehingga jelas bahwa Korea Selatan sebagai contoh dimana kantor pusat pemerintahan mengawasi semua kantor pemerintahan yang berurusan dengan masalah-masalah nasional. Konfusianisme Korea Selatan juga tidak mengenal pemisahan kekuasaan yang menjadi hal esensial dari nilai kapitalis Barat, melainkan struktur pemerintah Konfusian berdasarkan hierarkhi dimana fungsionaris ditempatkan pada otoritas yang lebih tinggi. Bangsa konfusian juga mendukung pemerintahan rakyat untuk rakyat, namun tidak oleh rakyat. Konfusianisme mengenal adanya pola-pola hirarkis dan birokratis, dimana pemerintah lebih kuat daripada masyarakat sipil. Hal inilah yang membedakan Konfusianisme dengan kapitalisme. Bagaimanapun Korea Selatan mengasimilasikan nilai kapitalisme yang telihat dari pola perekonomiannya yang berbasis perdagangan bebas.
Selain maju dalam bidang ekonomi, Korea Selatan juga fokus memajukan negara sebagai negara demokrasi. Selama era Park, terjadi transisi demokratis pada 1987 karena keseimbangan kekuatan antara pemegang bisnis dan politisi membuat korupsi terjadi dan tidak terkendali, sehingga transisi demokrasi mengubah hubungan dasar bisnis dan negara, yang sebelumnya bisnis memiliki pengaruh yang lebih besar dalam keputusan kebijakan. Terlalu fokus pada pilihan kebijakan individual, seperti industrialisasi berorientasi ekspor atau peraturan institusional yang spesifik (birokrasi) sebagai isu yang dipisahkan juga tidak relevan. Baik institusi maupun kebijakan adalah variabel penghalang, dimana hubungan pemerintah-bisnis mempengaruhi berbagai isu. Institusi tidak hanya sekedar organisasi negara, melainkan ditempatkan sebagai pengambil kebijakan perdagangan dan finansial (Kang 2002, 178).
Periode transisi Korea Selatan juga tidak terlepaskan dari terbunuhnya Park yang memerintah negara selama 18 tahun. Peristiwa itu seringkali disebut dengan “Seoul Spring” yang membawa pada keterbukaan politik dan atmosfer politik yang lebih bebas dan pemerintah yang lebih mewakili rakyat (Seth 2011, 412). Kemudian pada tahun 1987 ada pemilihan presiden secara bebas, dimana persaingan para calon presiden, Kim Young Sam dan Kim Dae Jung, membagi oposisi, yakni dari militer dan pekerja konservatif serta rakyat kelas menengah. Namun, peristiwa ini menjadi turning point dalam sejarah Korea Selatan. Terjadi pergeseran politik dari rezim otoritarian menjadi sistem politik yang lebih terbuka. Pengalaman tahun 1960-1961 ketika demokrasi diasosiasikan dengan kekacauan sosial telah hilang, kemudian muncul keinginan untuk mengakhiri rezim yang didominasi oleh militer selama hampir tiga dekade (Seth 2011, 442).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi demokratisasi di Korea Selatan. Pertama, adanya perubahan sosial dan kultural masyarakat Korea Selatan, termasuk evolusi demokrasi yakni penyebaran idealisme kesetaraan dan meningkatnya mobilitas sosial. Kedua, kontribusi dan pengaruh Amerika Serikat. Budaya Amerika mulai memasuki Korea Selatan, seperti budaya pop – film, musik, dan fashion - termasuk dalam bidang pendidikan dan ide-ide tentang sosial dan politik. Buku-buku cetak Korea mengajarkan tentang prinsip-prinsip tentang hak asasi dan demokrasi yang menempatkan Amerika Serikat sebagai teladan. Ribuan pelajar Korea yang belajar di Amerika Serikat juga kembali dengan impresi terhadap nilai-nilai dan budaya Amerika. Amerika Serikat juga mensponsori program-program pelatihan untuk birokrat, membiayai publikasi seperti Sasanggye, jurnal yang berpengaruh terhadap pemikiran sosial dan politik di Korea Selatan. Amerika Serikat juga memiliki peranan besar dalam pengembangan pendidikan di Korea Selatan dengan memberi pelatihan kepada Kementrian Pendidikan, memasukkan tentang nilai-nilai politik Amerika Serikat dalam program kurikulum dan pelatihan guru. Ketiga, berkembangnya agama Kristen di Korea Selatan yang mengajarkan pluralisme sosial dan menyediakan basis institusi untuk oposisi politik. Misi Kristen merupakan hal penting dalam penyebaran ide-ide baru dan orang-orang Kristen aktif dalam gerakan nasionalis pra-1945.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa kemajuan Korea Selatan tidak terlepas dari nilai-nilai Konfusianisme yang dianutnya. Korea Selatan juga menjadi negara yang paling konfusian daripada negara-negara Asia timur lainnya karena adanya asimilasi ajaran Protestan dan nilai-nilai kapitalisme yang membawa kemajuan Korea Selatan. Selain kemajuan ekonomi, Korea Selatan juga sukses dalam memajukan demokrasi di negaranya. Pada tahun 1987 terjadi “Seoul Spring”, yakni transisi demokrasi dari pemerintahan yang otoriter dan didominasi militer menjadi pemerintahan yang lebih terbuka dan demokratis. Hal ini membuktikan bahwa perbaikan dan progres yang signifikan Korea Selatan di bidang ekonomi, sosial, dan politik membawa pada kemajuan Korea Selatan seperti yang telihat dewasa ini.

Referensi :
  • Asia Pasific-Connections. 2008. “Korean Confucianism” [online]. dalam http://www.asia-pacific-connections.com/confucianism.html [diakses pada 9 januari 2018].
  • Asia Society. t.t. “Korean History and Political Geography” [online]. dalam http://asiasociety.org/korean-history-and-political-geography. [diakses pada 11 januari 2018].
  • Central Intelligence Agency. t.t. “The World Factbook: South Korea” [online]. dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ks.html [diakses pada 9 januari 2018].
  • Kang, David C. 2002. “Bad Loans to Good Friends: Money Politics and the Developmental State in South Korea”. International Organization. Vol 56, no. 1, pp. 177-207.
  • Ramirez, Luis Felipe. 2010. “Culture, Government and Development in South Korea” [pdf]. dalam www.ccsenet.org/journal/index.php/ach/article/download/4334/4060 [diakses pada 9 januari 2018].
  • Seth, Michael J. 2011. “A History of Korea From Antiquity to the Present”. United Kingdom: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.
  • Korea "aspek sodial dan budaya" dalam https://id.scribd.com/document/344006879/Korea [diakses pada 9 januari 2018]

Minggu, 31 Desember 2017

RINGKASAN MENGENAI STRUKTUR ORGANISASI TERHADAP KEPUTUSAN


1.        PENDAHULUAN

Pengambilan keputusan merupakan awal aktivitas organisasi, yang menyangkut masa (Syamsi, 1995). Mengambil keputusan merupakan bagian dari proses mempertimbangkan, memahami, mengingat dan menalar tentang segala sesuatu (Dahlan, 2005). Keputusan diambil dengan mengetahui dan merumuskan masalah dengan jelas, kemudian pemecahan masalah tersebut harus didasarkan pemilihan alternatif keputusan terbaik (Syamsi, 1995). Dengan demikian pengambilan keputusan melakukan perbandingan atas beberapa alternatif dan melakukan evaluasi terhadap manfaatnya (Yustina, 2007).
Pengambilan keputusan merupakan pekerjaan yang paling penting bagi manajer dan penuh
resiko karena keputusan yang salah dapat merugikan bisnis(Yustina,2007). Lebih lanjut Newman,(2007) menambahkan bahwa keputusan yang dibuat para decision makers dapat memiliki resikoserta ketidak pastian yang tinggi tanpa adanya jaminan keberhasilan keputusan yang dibuat, dalamkenyataan terkadang proses membuat keputusan (decision making) merupakan sebuah proses trial and error.
Fenomena mengenai pengambilan keputusan terjadi di DJP. Menurut David (2005) pengambilan keputusan di Dirjen Pajak belum optimal karena dalam pengambilan keputusan yang ada masih mengejar keuntungan semata atau hanya karena dipengaruhi oleh pihak-pihak lain. Selain itu menurut Daniri (2006) masih belum adanya check & balance dan akuntabilitas yangmemadai serta tidak ada pembagian pengambilan keputusan yang tepat atas perbedaan pendapat antara wajib pajak dan DJP.
Pelaksanaan keputusan itu sendiri lebih ditekankan pada sifat kepemimpinan dari orang yang mengambil keputusan (Ibnu Sayamsi 2000: 2). Selain itu, manajemen dalam menjalankan fungsi dan aktivitas bisnisnya yang meliputi Planning(Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Pengarahan) dan Controlling (Pengendalian), senantiasa
memerlukan informasi untuk membuat keputusan (David Kroenke, 1989 : 10).
Mengambil keputusan akan rumit dan sulit apabila  informasi yang tersedia terbatas (Yoel,2012). Informasi tersebut harus dikelola dengan baik dengan cara mengatur sumberdaya informasi (Mc. Leod, 2004: 39). Karena informasi yang tidak akurat, adalah informasi sampah yang tidak adamanfaat-nya bagi pengambilan keputusan (Anwar Nasution, 2007).
Dari uraian-uraian yang sudah ada secara umum dapat dikatakan bahwa sistem informasi
manajemen merupakan suatu sistem yang dirancang untuk menyediakan informasi (David, 1985).Sistem informasi manajemen menyediakan informasi untuk pengabilan keputusan dan pengaruh perhatian baik dalam satuan keuangan maupun non keuangan bagi manajer (Juseph W. Wikinson,1993). Para manajer memerlukan informasi keuangan sebagai dasar untuk mengambil keputusan mengenai perusahaan atau bagian  yang dipimpinnya (Mulyadi, 2012). Oleh karena itu diperlukan Sistem informasi manajemen (SIM). Waters (2004).
Lebih lanjut Hall (2001) dan McLeod dan Schell (2001) mengklasifikasikan sistem informasi menjadi Sistem Informasi Akuntansi (SIA) dan Sistem Informasi Manajemen (SIM), system pendukung keputusan (Decision Support System/DSS), kantor virtual (atau otomasi kantor) dan sistem berbasis pengetahuan (knowlegde-based system/expert system).
Sistem informasi manajemen merupakan kegiatan yang penting dalam suatu organisasi atau perusahaan (Switser dan Waters, 2004 ), sehingga Moekijat (2000:102), menambahkan bahwa pengembangan suatu sistem informasi manajemen merupakan keharusan mutlak apabila pimpinan organisasi ingin melakukan tugas-tugas kepemimpinannya dengan efektif. Karena dengan system informasi manajemen, manajer dapat menerima  informasi yang lebih akurat dan tepat waktu mereka menjadi lebih cepat membuat keputusan sehingga sedikit manajer yang dibutuhkan dalam struktur organisasi (Laudon, 2007: 107). Dan dapat membantu perusahaan ke arah pencapaian tujuan dengan sukses (Anthony et al, 1989; Atkinson et al, 1995).
Fenomena mengenai sistem informasi manajemen terjadi di instansi Ditjen Pajak yaitu terletak pada komponen sistem informasi manajemen, dimana hardware yang digunakan oleh Ditjen Pajak kualitasnya belum sesuai dengan kebutuhan pengguna  (Agus Martowardojo dalam Siti Kurnia Rahayu, 2011). Sedangkan menurut Tobari (2012) hardware yang digunakan oleh Ditjen Pajak kurang uptodate. Tidak hanya itu pegawai pajak dalam mengakses informasi penerimaan pajak melalui sistem Modul Penerimaan Negara, informasi tersebut tidak bisa diakses secara cepat bahkan gagal (Ery, 2011). Kondisi ini disebabkan oleh bandwidth yang ada di Ditjen pajak masih kecil sehingga apabila banyak diakses oleh pegawai pajak maka akan menjadi lamat (Tobari, 2012).
Selanjutnya Azhar Susanto (2008: 253) menjelaskan bahwa salah satu komponen dalam sistem informasi adalah sumber daya manusia yang sangat penting, karena ikut menentukan kesuksesan organisasi. Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi informasi, metode dan alur kerja suatu organisasi, semua itu tidak akan dapat berjalan dengan optimal tanpa didukung sumber daya manusia (SDM) yang capable dan berintegritas. Harus disadari bahwa yang perlu dan harus diperbaiki sebenarnya adalah sistem dan manajemen SDM, bukan semata-mata melakukan rasionalisaasi pegawai, karena sistem yang baik dan terbuka dipercaya akan bisa menghasilkan SDM yang berkualitas (Siti Kurnia Rahayu, 2010: 114).
SDM dalam sistem informasi manajemen merupakan sumberdaya yang terlibat dalam pengumpulan dan pengolahan data, pendistribusian dan pemanfaatan informasi  (O’brien, 2010). Lebih lanjut Sugeng Wibowo(2011) menjelaskan bahwa Sistem Informasi Manajemen merupakan suatu proses pengolahan data yang akan menghasilkan output berupa informasi. Sementara itu struktur organisasi akan menentukan bagaimana arus informasi tersebut berjalan dalam suatu organisasi. Karena sistem informasi dibangun untuk mengalirkan informasi sesuai dengan hirarki dalam struktur organisasi (Scott, 2001: 8).
Semakin besar lapisan hirarki struktur organisasi akan semakin rumit sistem informasi yang dibangun, selain itu rentang kendali dalam struktur organisasi juga mempengaruhi sistem informasi (Scott, 2001:10). Semakin lebar atau besar rentang kendali maka semakin efisien organisasi, karena mempercepat proses pengambilan keputusan dan meningkatkan fleksibilitas (Robbins dan Judge, 2007:220).  Sistem informasi yang didesain untuk organisasi merupakan salinan struktur komunikasi antar unit di dalam organisasi, sehingga kualitas produk sistem informasi sangat dipengaruhi oleh struktur organisasi (Nagappan et al., 2009:1).
Struktur organisasi yang jelas dan teratur dapat membantu untuk memeproleh informasi yang dibutuhkan, sebab dalam struktur organisasi yang jelas dan teratur terdapat tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian yang harus dilakukan (Winardi, 2010). Sementara itu Robins  (1990) menambahkan bahwa  struktur organisasi mengacu pada bagaimana tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Struktur organisasi merupakan salah satu sarana yang digunakan manajemen untuk mencapai sasarannya (Robins dan Judge, 2007:236).
Selama ini struktur organisasi Ditjen Pajak didasarkan pada jenis pajak. Dengan struktur organisasi seperti ini pelaksanaan tugas di lapangan seringkali menimbulkan ketidakefisienan yang mengakibatkan pelayanan dan pengawasan tidak optimal (Djazoeli, 2005). Selanjutnya Nur (2007) menambahkan bahwa Dirjen Pajak merasa perlu melakukan perubahan struktur organisasi dariberdasarkan per jenis pelayanan menjadi organisasi dengan struktur berdasarkan fungsi. Pada April 2007, Dirjen Pajak melakukan perombakan besar-besaran di kantor pajak, sekitar 30 ribu karyawan berputar posisi, hal ini membuat beberapa karyawan kebingungan dan menimbulkan demoralisasi di kantor Pelayanan Pajak (Wibowo, 2008). Belum lagi pegawai yang sering mengeluh karena pekerjaan yang diemban lebih banyak dari sebelumnya (Tobari, 2012).
Untuk melaksanakan perubahan secara lebih efektif dan efisien, sekaligus mencapai tujuan organisasi yang diinginkan, penyesuaian struktur organisasi DJP merupakan suatu langkah yang harus dilakukan dan sifatnya cukup strategis (Prabu Kresna, 2012). Oleh karena itu, struktur organisasi harus juga diberi fleksibilitas yang cukup untuk dapat selalu menyesuaikan dengan lingkungan eksternal yang sangat dinamis, termasuk perkembangan dunia bisnis dan teknologi (Siti Kurnia Rahayu, 2010).
2.             KAJIAN PUSTAKA
2.1         Pengertian Struktur Organisasi
Pengertian Struktur Organisasi menurut Stephen P. Robbins dalam Tim Indeks (2006:585) adalah: “Kerangka kerja formal organisasi yang dengan kerangka kerja itu tugas-tugas pekerjaan dibagi-bagi dikelompokan, dan dikoordinasikan”.
Pengertian Struktur Organisasi menurut Hasibuan (2004:128) adalah :“Struktur organisasi yaitu mengambarkan tipe organisasi, pendepartemnan organisasi, kedudukan dan jenis wewenag pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali dan sistem pemimpinan organisasi”.
Sedangkan Pengertian Struktur Organisasi menurut Richard M. Steersdalam M. Jamin (1985:70 ) adalah : “Struktur Organisasi merupakan cara selaras dalam menempatkan manusai sebagai bagian organisasi pada suatu hubungan yang relatif tetap, yang sangat menetukan pola-pola interaksi, koodinasi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas”.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Struktur Organisasi adalah pola hubungan antara individu dalam suatu kelompok social dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan secara formal dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan sehiga merupakan sebuah kesatuan yang harmonis yang diarahkan secara trus menerus pada satu tujuan tertentu.

2.2         Indikator Struktur Organisasi
Suatu Struktur Organisasi menetapkan cara tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan dan
dikoordinasi secara formal. Adapun indikator mengenai Struktur Oraganisasi menurut Stephen Robbins  dalam Tim Indeks (2006: 585-593) adalah sebagai berikut :
1.     Spesialisasi Kerja : Spesialisasi maksudnya adalah sampai tingkat mana tugas dalam organisasi dipecah-pecah menjadi pekerjaan yang terpisah-pisah. Hakikatnya, daripada dilakukan satu individu, lebih baik pekerjaan tersebut dipecah menjadi sejumlah langkah dan tiap langkah dilaksanakan oleh individu  yang berlainan. Spesialisasi meningkatkan efisiensi, tapi pada tingkat tertentu, spesialisasi menimbulkan kerugian-kerugian. Contoh kerugian yang mungkin timbul adalah kebosanan, kelelahan, stres, produktifitas kerja rendah, kualitas kerja buruk, meningkatkan mangkir kerja/membolos, bahkan pada perusahaan swasta bisa meningkatkan jumlah pekerja yang keluar dari perusahaan.
2.     Departementalisasi : Departementalisasi maksudnya adalah dasar yang dipakai dalam pengelompokan pekerjaan sehingga tugas yang sama atau mirip dapat dikoordinasikan dengan lebih baik. Penggolongan pekerjaan dapat dilakukan atas dasar fungsi, produk, lokasi/geografi, pelanggan, atau kategori lain.
3.     Rantai Komando : Rantai Komando adalah garis tidak terputus dari wewenang  yang tertentu, dari puncak organisasi sampai ke eselon terbawah. Intinya, rantai komando memperjelas siapa melapor ke siapa. Agar berjalan dengan baik, rantai komando memerlukan dua unsur pelengkap, yaitu:
a.    Wewenang, yaitu hak-hak yang melekat dalam posisi manajerial untuk memberi perintah dan mengharapkan agar perintah itu dipatuhi.
b.    Kesatuan komando, yaitu seorang bawahan seharusnya punya satu atasan kepada siapa ia bertanggung jawab langsung.
4.    Rentang Kendali : Rentang kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diatur manajer secara efektif dan efisien. Dalam rentang kendali yang lebar, terdapat efisiensi dalam hal biaya, tetapi kurang efektif, karena penyelia/supervisor/atasan tidak punya cukup waktu untuk memberi kepemimpinan dan dukungan kepada bawahan. Sedangkan jika rentang kendalinya kecil, konsekwensinya adalah adanya kontrol yang akrab. Meskipun demikian, akibat negatifnya adalah
a.    Mahal, karena harus menambah tingkat manajemen.
b.    Komunikasi vertikal menjadi rumit karena hirarki tambahan memperlambat pengambilan keputusan.
c.    Cenderung pengawasannya lebih ketat dan berlebihan sehingga tidak mendorong otonomi karyawan. Kecenderungan dalam praktek manajemen adalah rentang kendali yang lebar.
5.    Sentralisasi dan Desentralisasi : Sentralisasi adalah tingkat dimana pengambilan keputusan dipusatkan pada suatu titik tunggal dalam organisasi. Sedangkan dalam desentralisasi ada keleluasaan, dimana pengambilan keputusan didorong ke bawah pada tingkat pekerja terendah.
6.    Formalisasi : Formalisasi adalah suatu tingkat  dimana pekerjaan dalam organisasi itu dibakukan. Jika pekerjaan sangat diformalkan, pelaksana pekerjaan hanya punya sedikit keleluasaan tentang apa yang  harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana seharusnya mengerjakannya. Dalam formalisasi, siapapun yang melaksanakan pekerjaan, dengan input dan proses yang sama, maka akanmenghasilkan output yang konsisten dan seragam. Dalam kondisi formalisasi yang tinggi terdapat:
a.    Uraian jabatan yang tersurat,
b.    Banyak aturan organisasi,
c.    Prosedur yang terdefinisi dengan jelas yang meliputi proses kerja dalam organisasi.

2.3         Pengertian Sistem Informasi Manajemen
Pengertian Sistem menurut Mulyadi (2008 : 5) adalah sebagai berikut : “Sekelompok dua atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan (subsistem-subsistem yang bersatu untuk mencapai tujuan yang sama)”.
Pengertian Sistem menurut Winarno (2006 : 114) adalah sebagai berikut :“Sekumpulan komponen yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu”.
Pengertian Sistem menurut McLeod (2001: 11) adalah sebagai berikut:“Asistem is a group of elements that are integrated with the common porpose of achieving an objective”. Sistem adalah sekelompok elemen yang terintegritasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan.
Pengertian Informasi menurut Jogiyanto (2005; 8) adalahsebagai berikut :“Informasi diartikan sebagai data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya” .
Pengertian Informasi menurut Kusrini (2007:7) adalah sebagai berikut :“Informasi adalah data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berguna bagi pengguna yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber informasi”.
Pengertian Informasi menurut McLeod (2001: 15) adalah sebagai berikut:“Data yang telah diproses, atau data yang memiliki arti”.
Pengertian Sistem Informasi menurut Husain dan Wibowo (2002) adalah sebagai berikut : ”Sistem Informasi adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan yang berfungsi mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi”.
Definisi  Sistem Informasi menurut Azhar Susanto (2008:52) adalah sebagai berikut :“Sistem informasi adalah kumpulan dari subsistem apapun baik phisik ataupun non phisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan yaitu mengolah data menjadi informasi yang berarti dan berguna”.
Sedangkan menurut definisi dari Robert A.leitch dan K.Roscoe Davis dalam Jogiyanto (2005;11) adalah sebagai berikut: “Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian , mendukung operasi ,bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan”.
Sedangkan pengertian Sistem Informasi Manajemen (SIM) Scoot, dalam Komarudin dan Sastradipoera (2005: 1) adalah sebagai berikut : “Serangkaian sub-sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasional terpadu dalam mentrasformasi data, sehingga menjadi informasi melalui serangkaian cara untuk meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya dan sifat manajer atas dasar kretiria mutu yang telah ditetapkan”.
Pengertian Sistem Informasi Manajemen (SIM) menurutFrederick H.Wudalam Jogiyanto (2005 : 14)SIM adalah sebagai berikut : “Kumpulan dari manusia dan sumber daya modal didalam suatu organisasi yang bertangung jawab mengumpulkan dan mengelola data untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian”.
Sedangkan menurut Gordon.B Davis dalam Jogiyanto (2005: 15) adalah sebagai berikut : “Sistem Informasi Manajemen merupakan suatu sistem yang melakukan fungsi-fungsi untuk menyediakan semua informasi yang mempengaruhi semua operasi organisasi”.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Sistem Informasi Manajemen adalah seluruh rangkaian aktivitas kerja sistem informasi yang membentuk satu kesatuan sistem dengan tujuan yang sama melalui proses pengumpulan, penyimpanan, pengolahan sampai akhirnya menghasilakan informasi yang berguna bagi seluruhanggota organisasi (pemimpin dan staf) untuk membuat kebijakan atau menentukan keputusanmenjadi lebih baik berkenaan dengan kepentingan organisasi.

2.4         Indikator Sistem Informasi Manajemen
Adapun indikator sitem informasi manajemen menurut Gordon B. Davis dalam Bob Widyahartono (1991: 60) adalah sebagai berikut:
1.      Hardware(Perangkat Keras).
Perangkat keras bagi suatu sistem informasi manajemen terdiri dari masukan/keluaran,unit penyimpanan file, peralatan penyimpanan data dan terminal masukan.
2.      Software(Perangkat Lunak).
Perangkat lunak dapat dibagi dalam tiga jenis utama:
a.    Sistem perangkat lunak umum, seperti sistem pengoperasian dan manajemen data yang memungkinkan pengoperasian sistem komputer.
b.    Aplikasi perangkat lunak umum, seperti model analisis dan keputusan.
c.    Aplikasi perangkat lunak yang terdiri dari program yang secara spesipik dibuat untuk setiap aplikasi.
3.      Database/File.
File yang berisikan program dan data dibuktikan dengan adanya media penyimpanan fisik yang disimpan di perpustakaan file. File juga meliputi keluaran tercetak dalam catatan lain atas kertas, mikro film dan sebagianya.
4.      Prosedur.
Prosedur merupakan komponen fisik, berbentuk fisik seperti buku panduan dan instruksi. Tiga jenis prosedur yang dibutuhkan yaitu:
a.    Intruksi untuk pemakai
b.    Intruksi untuk penyiapan masukan
c.    Intruksi pengoperasian untuk karyawan pusat komputer.
5.      Brainware (Personalia Pengoprasian).
Operator komputer, analisa sistem, pembuatan program, personalia penyiapan data, pimpinan sistem informasi.
6.      Jaringan
Sumber daya jaringan merupakan media komunikasi yangmenghubungkan komputer, pemroses komunikasi, dan peralatan lainnya serta dikendalikan melalui software komunikasi.Sumber daya jaringandapat berupa media komunikasi seperti kabel, satelit, seluler dan dukunganjaringan seperti modem, software pengendali serta prosesor antar jaringan.

2.5         Pengertian Pengambilan Keputusan Manajemen
Pengertian Keputusan menurut Ukas (2004: 140) adalah sebagai berikut:“Serangkaian dari pada proses pemikiran tentang suatu masalah yang dihadapi. Kejituan setiap tindakan yang diambil oleh manajer sangat mentukan terhadap untuk keputusan yang diambilnya dan kemungkinan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang digunakan”.
Menurut Ibnu Syamsi (2000: 7), keputusan adalah sebagai berikut: “Hasil dari pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas” Pengertian Keputusan menurut Salusu (1996: 51) adalah sebagai berikut: “Sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan ialah menganalisis beberapa kemungkinan atau alternatif, sesudah itu dipilih satu diantaranya”.
Pengertian  Pengambilan Keputusan menurut Endah Murtana Sari (2009) adalah sebagai berikut : “Tindakan manajemen dalam pemilihan alternatif untuk mencapai sasaran”.
Pengertian Pengambilan Keputusan menurut Moekijat (2005 : 137) adalah sebagai berikut : “Merupaka suatu proses pemilihan dari beberapa alternatif yang dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, alternatif yang terbaik untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan suatu pertentengan”.
Pengertian Pengambilan Keputusan menurut pendapat Siagian (2006: 19)  adalah sebagai berikut :“Inti kepemimpinan karena pengambilan keputusan adalah kegiatan intelektual yang secara sadar dilakukan olehseseorang sehingga lebih menjamin bahwa hal-hal yang dihadapi oleh organisasi telah diperhitungkan sebelumnya dan dengan demikian terhindar dari berbagai jenis pendekatan”. maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efesien dan efektif”.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan pada hakekatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan dan proses penentuan keputusan yang terbaik  dari sejumlah alternatif  untuk aktivitas dan kegiatan pada masa yang akan datang yang diambil oleh manajemen/ manajerial untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2.6         Indikator Pengambilan Keputusan Manajemen
Indikator Pengambilan Keputusan menurut Ibnu Syamsi (2002: 12) adalah sebagai berikut :
1.      Tujuan.
Tujuan tersebut harus disesuaikan dengan tingkat relevansi dengan kebutuhan, kejelasan dan kemampuan mempredeksi.
2.      Identifikasi Alternatif
Identifikasi alternatif maksudnya adalah untuk mencapai tujuan tersebut, kiranya perlu dibuatkan beberapa alternatif, yang nantinya perlu dipilih salah satu yang dianggap paling tepat.
3.      Faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya.
Faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya artinya adalah keberhasilan pemilihan alternatif itu baru dapat diketahui setelah putusan itu dilaksanakan. Waktu yang akan datang tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu kemampuan pimpinan untuk memperkirakan masa yang akan datang sangat menentukan terhadap berhasil tidaknya keputusan yang akan dipilihnya.
4.      Dibutuhkan sarana untuk mengukur hasil yang dicapai.
Dibutuhkan sarana untuk mengukur hasil yang dicapai maksudnya adalah, masing-masing alternatif pelru disertai akibat positif dan negatifnya, termasuk sudah diperhitungkan didalamnya uncontrollable evnts-nya. Alternatif-alternarif mengunakan sarana atau alat untuk mengukur yang akan diproleh atau pengeluaran yang perlu dilakukan dari setiap kombinasi alternatif keputusan dan pristiwa diluar jangakauan manusia itu.
2.7         Pengaruh Struktur Organisasi Terhadap Pengambilan Keputusan Manajemen
Menurut Syamsi (2000: 23) mengemukakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah keadaan internal organisasi, keadaan internal organisasi bersangkut paut dengan apa yang ada dalam organsasi tersebut, keadaan internal organisasi antaralain meliputi dana yang tersedia, keadaan sumber daya manusia, kemampuan karyawan, kelengkapan dari peralatan organisasi dan struktur organisasi.
Dengan struktur organisasi yang sesuai dengan perusahaan akan semakin lebih efisien dalam pengambilan keputusan dalam perusahaan (M. Fitiri dan Widho, 2002). Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ridah Suaib (2008) menyatakan bahwa struktur organisasi mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan terutama didukung dengan adanya ketepatan pembagian tugas dan tanggung jawab.
Hasil penelitian tersebut didukung oleh Robins (1996) yang menyatakan bahwa: “Struktur organisasi merupakan alat pengendalian organisasional yang menunjukkan tinggkat pelimpahan wewenang pimpinan puncak dalam pembuatan keputusan yang secara ekstrim dikelompokkan menjadi dua, yaitu sentralisasi dan desentralisasi”.
Sedangkan Widjajanto (2001; 18) juga menambahkan bahwa: “Struktur Organisasi adalah struktur hierarki yang menujukan suatu susunan pembagian tangung jawab menurut pungsi hirarkis yang ditunjukan untuk pengambilan keputusan individu dalam suatu organisasi”.

2.8         Pengaruh Sistem Informasi Manajemen terhadap Pengambilan Keputusan Manajemen
Menurut Edward Harvey (2008) menyatakan bahwa teknologi pada suatu organisasi dapat menyediakan alat untuk menganalisis yang berguna untuk penyelidikan dari sejumlah proses organisasi, termasuk pengambilan keputusan dan pola intra organisasi. Sistem Informasi Manajemen yang berbasis komputer dapat menjadikan informasi sebagai bahan dalam pengambilan keputusan yang bermutu, bernilai dan berkualitas, dengan sistem informasi manajemen yang berbasis komputer, para pimpinan/ manajer dapat lebih mudah, murah, efisien dan efektif dalam upaya pengambilan keputusan (Ali akbar, 2010 ).
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Pancawati (1997) menunjukan bahwa Sistem Informasi Manajemen merupakan sistem informasi yang bertujuan untuk pengambilan keputusan, dalam pengambilan keputusan semakin rendah level manajemen semakin diperlukan informasi lebih detail dan dalam scope yang lebih luas. Hal ini diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ibnu Syamsi (2000: 12), tujuan utama Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah “The primary objective of Management Information System (Mis) is thus to aid the manager in making timelyand informed decisions”. (tujuan utama Sistem Informasi Manajemen adalah untuk membantu pimpinan dalam membuat keputusan secara cepat dan tepat).
Selanjutnya dalam penelitian Fitri Rahmandan dan Widho Bijaksana (2002) menyatakan bahawa Dengan sistem informasi manajemen yang baik akan memberikan pengaruh terhadap efektivitas pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para manajer dalam mecapai tujuan organisasi/perusahaan. Untuk itu pengambilan keputusan memerlukan data yang up to date (segar), dapat dipertangung jawabkan dan dapat menjangkau semua level dalam organisasi (Ria Arifianti, 2009).
Scoot juga menambahkan dalam Sastradipoera, (2001: 34) yang menyatakan bahwa: “Sistem informasi manajemen (SIM) merupkan sistem yang bekerja menghimpun data yang diproses (dalam arti dirangkum, diklasifikasikan dan difroyeksikan) sedemikan rupa sehinga himpunan data itu menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, mengukur pelaksanaan, membantu perkembangan dan memberikan pengetahuan untuk pengawasan sehingga tujuan menjadi tercapai”.
Sedangkan Robert G. Murdick dan Joel E. Ross dalam Sastradipoera (2001: 34) menyatakan bahwa: “Sistem informasi manajemen merupakan sistem yang bekerja untuk menghimpun, menganalisis, menyimpan dan menyajikan data bagi para pembuat keputusan manajemen pada semua tingkatan untuk manajemen arus sumberdaya dalam bentuk bahan-bahan, pekerja, uang dan fasilitas dan mesin”.
Raymond McLeod (1996: 54) juga mengemukakan bahwa: “SIM adalah sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyedikan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan serupa.Output informasi digunakan oleh manajer maupun non manajer dalam perusahaan untuk membuat keputusan dalam memecahkan masalah”.

2.9         Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah pengaruh Struktur Organisasi dan Sistem Informasi Manajemen terhadap Pengambilan Keputusan Manajemen pada KPP Kanwil Jawa Barat I. Baik secara simultan maupun parsial.

Gambar 2.1 Skema Kerangka Penelitian

2.10     Hasil Pembahasan
1.      Analisis Deskriptif Stuktur Organisasi
Hasil perhitungan persentase total skor tanggapan responden pada variabel sturktur organisasi sebesar 77% berada di antara interval 68.01%–84.00%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I secara umum baik, namun belum mencapai tingkat ideal (100%) yang diharapkan.
Selanjutnya bila dilihat berdasarkan indikator tampak bahwa persentase skor tanggapan responden pada sebagian besar indikator juga berada pada interval 68,01%–84,00% yang termasuk dalam kategori baik. Hanya indikator rantai komando berada pada interval 84,01%-100% yang termasuk dalam katagori sangat baik. Artinya struktur organisasi di sebagian besar Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I baik. Dan hal ini menunjukkan adanya perubahan struktur organisasi dari berdasarkan per jenis pelayanan menjadi berdasarkan fungsi. Perubahan ini dibuat agar struktur organisasi menjadi lebih ramping, sehingga dapat meningkatkan efektifitas Kantor Pelayanan Pajak (Nur, 2007). Agar lebih jelas penulis juga akan menyajikan gambaran struktur organisasi pada masing-masing indikator, indikator tersebut diukur dengan menggunakan 6  (enam )indikator dan kemudian dioperasionalisasikan menjadi 8 (delapan) butir pernyataan.
2.      Analisis Deskriptif Sistem Informasi Manajemen
Hasil perhitungan persentase total skor tanggapan responden pada variabel sistem informasi manajemen sebesar 78.57% berada di antara interval 68.01%–84.00%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem informasi manajemen pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I secara umum sudah baik. Selanjutnya bila dilihat berdasarkan indikator tampak bahwa persentase skor tanggapan responden pada sebagian besar indikator juga berada pada interval 68.01%–84.00% yang termasuk dalam kategori baik.
Dapat disimpulkan bahwa rata-rata system informasi manajemen yang diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I sudah baik, tetapi belum mencapai tingkat ideal (100%)dan ditemukan gap 21.43%. Gap ini merupakan hal yang patut diperhatikan untuk meningkatkan kualitas sistem informasi manajemen pada Kantor Pelayanan Pajak yang ada di Kanwil Jawa Barat 1.
3.      Pengambilan Keputusan Manajemen
Hasil perhitungan persentase total skor tanggapan responden pada variabel pengambilan keputusan manajemen sebesar 78,44% berada di antara interval 68.01% – 84,00%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan manajemen pada Kantor Pelayanan Pajak di wilayak Kanwil Jawa Barat I secara umum sudah baik. Selanjutnya bila dilihat berdasarkan indikator tampak bahwa persentase skor tanggapan responden pada sebagian besar indikator juga berada pada interval 68.01% – 84.00% yang termasuk dalam kategori baik. Tetapi masih dibawah ideal   (skor100%) dan ditemukan gap 21,56%.
Gap ini merupakan hal yang patut diperhatikan untuk meningkatkan pengambilan keputusan manajemen pada KPP yang ada di Kanwil Jawa Barat I. Dan ini sama dengan fenomena yang disebutkan pada latar belakang bahwa pengambilan keputusan pada Dirjen Pajak masih belum adanya check & balance dan akuntabilitas yang memadai serta tidak ada pembagian pengambilan keputusan yang tepat atas perbedaan pendapat antara wajib pajak dan DJP(Daniri, 2006).

2.11     Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh Struktur Organisasi dan Sistem Informasi Manajemen terhadap Pengambilan Keputusan Manajemen pada KPP di KanwilJawa Barat I, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I secara umum sudah baik. Berdasarkan spesialisasi pekerjaan, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi & desentralisasi serta formalisasi sudah termasuk dalam katagori baik bahkan pada indicator rantai komando termasuk dalam katagori sangat baik.
2.    Sistem informasi manajemen yang digunakan pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I secara umum sudah baik. Demikian juga bila dilhat berdasarkan indicator hardware, software, data base, prosedur, brainware dan Jaringan semuanya sudah termasuk baik. Hanya saja pada indicator jaringan yang digunakan sebagian besar Kantor Pelayanan Pajak di KanwilJawa Barat I masih tidak bisa di akses secara cepat.
3.    Secara keseluruhan pengambilan keputusan manajemen pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I secara umum sudah baik. Berdasarkan indicator tujuan, indentifikasi alternative jawaban, faktor yang tidak dapat diketahui dan sarana untuk menguku rhasil yang dicapai termasuk dalam katagori baik.
4.    Strukturorganisasi dan sisteminformasi manajemen memberikan pengaruh yang besar terhadap pengambilan keputusan manajemen pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I. Struktur Organisai dan sisteminformasi manajemen adalah salah satu pengaruh dalam proses peningkatan pengambilan keputusan manajemen. Arah hubungan positif menunjukan bahawa semakin baik struktur organisasi dan system informasi manajemen maka akan meningkatkan pengambilan keputusan pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I. Sebaliknya semakin tidak baik struktur organisasi dan sisteminformasi manajemen maka akan menerunkan pengambilan keputusan manajemen.


Sumber:
[1]          Fitri Rahmandana & Widho Bijaksana. (2002). Pengaruh Sistem Informasi Manajemen dan Struktur Organisasi Terhadap Efektivitas Pengambilan Keputusan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Belawan. Jurnal Ilmiah”Manajemen & Bisnis, (No.02), Vol. 02.
[2]          Ibnu Syamsi. (1995). Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta: Bumi Aksara.

[3]          Iqbal Hasan, M. (2002). Pokok-Pokok Pengambilan Keputusan. Jakarta : Ghalia.